Makalah Geografi Sosial
SIKAP DAN PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Sosial
Disusun Oleh :
Eduardus Kopa
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN
MALANG
SIKAP DAN PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT
1. SIKAP SOSIAL
A. Pengertian Sikap Sosial
Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Hal ini terjadi bukan saja pada orang-orang lain dalam satu masyarakat.
Tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek :
1. Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
2. Aspek Afektif berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-ojek tertentu.
3. Aspek Konatif: berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuatu sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya
Di samping sikap sosial yang terdapat sikap individual, yaitu sikap yang hanya dimiliki oleh perseorangan, misalnya: Sikap atau kesukaan seseorang terhadap burung-burung tertentu, seperti perkutut, parkit, merpati, dan sebagainya. Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi: simbol, káta kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objeic psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, namun ada beberapa ciri yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang wakru dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks. Sehubungan dengan itu pula kami cenderung untuk mengemukakan pengertian sikap sebagai berikut: Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.
Demikianlah, sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami tingkah laku. Sejumlah perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan atau manifestasi dari sikap yang sama.
B. Sikap Sosial Dan Individual
1. Sikap Sosial
Sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial (objeknya banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan berulang-ulang. Misalnya: sikap berkabung seluruh anggota kelompok karena meninggalnya seorang pahlawannya.
Jadi yang menandai adanya sikap sosial adalah :
a. Subjek orang-orang dalam kelompoknya.
b. Objek-objeknya sekelompok, objeknya sosial.
c. Dinyatakan berulang-ulang.
2. Sikap Individual
Ini hanya dimiliki secara individual seorang demi seorang. Objeknya pun bukan merupakan objek sosial. Misalnya: Sikap yang berupa kesenangan atas salah satu jenis makanan atau salah satu jenis tumbuh-tumbuhan.
Di samping pembagian sikap atas sosial dan individual sikap dapat pula dibedakan atas :
1. Sikap positif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, merima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
2. Sikap negatif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
Sikap positif/negatif ini tentu saja berhubungan dengan norma. Orang tidak akan tahu apakah sikap seseorang itu positif atau negatif tanpa mengetahui norma yang berlaku. Oleh karena itu untuk menentukan apakah sikap ini positif/ negatif perlu dikonsultasikan dengan norma yang berlaku di situ. Di samping itu masing-masing kelompok atau kesatuan sosial memiliki norma sendiri-sendiri yang mungkin saling berbeda atau bahkan bertentangan. Sikap yang dliperlihatkan oleh individu dalam kelompok A dianggap atau dinilai sebagai sikap yang negatif, belum tentu sikap yang sama yang diperlihatkan oleh anggota kelompok B juga dinilai sebagai sikap negatif.
C. Pembentukan Dan Perubahan Sikap
Sikap timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya: keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap putra-putranya. Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ini bukan berarti orang tidak bersikap. Ia bersikap juga hanya bentuknya: diam.
Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antara individu yang sama dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap objek tertentu atau suatu objek.
1. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
a. Faktor intern: yaitu manusia itu sendiri.
b. Faktor ekstern: yaitu faktor manusia.
Dalam hal ini Sherif mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk apabila :
a. Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia.
b. Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dan satu pihak.
Faktor ini pun masih tergantung pula adanya:
· Sumber penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyak/tidak.
· Ragu-ragu atau tidaknya menghadapi fakta dan isi sikap baru itu.
Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari baiyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dan: orang tua, saudara-saudara di rumah memiliki peranan yang penting. Sementara orang berpendapat bahwa mengajarkan sikap adalah merupakan tanggung jawab orang tua atau lembaga-lembaga keagamaan. Tetapi tidaklah demikian halnya. Lembaga lembaga sekolah pun memiliki tugas pula dalam membina sikap ini. Bukankah tujuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah adalah mempengaruhi, membawa, membimbing anak didik agar memiliki sikap seperti yang diharapkan oleh masing-masing tujuan pendidikan?
Dengan demikian lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah memiliki tugas untuk membina dan mengembangkan sikap anak didik menuju kepada sikap yang kita harapkan.
Pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah mengubah sikap anak didik ke arah tujuan pendidikan.
2. Hubungan antara Sikap dan Tingkah laku
Adanya hubungan yang erat antara sikap (attitude) dan tingkah laku (behavior) didukung oleh pengertian sikap yang mengatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak.
Tetapi beberapa penelitian yang mencoba menghubungkan antara sikap dan tingkah laku menunjukkan hasil yang agak berbeda, yaitu menunjukkan hubungan yang kecil saja atau bahkan hubungan yang negatif.
D. Ciri-Ciri Dan Fungsi Sikap
Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapatlah dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:
1. Sikap itu dipelajari (learnablity)
Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari motif- motif psikologi lainnya. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.
2. Memiliki kestabilan (Stability)
Sikap bermula dan dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap, dan stabil, melalui pengalaman.
3. Personal (societal significance)
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas, dan favorable.
4. Berisi cognisi dan affeksi
Komponen cognisi daripada sikap adalah berisi informasi yang faktual, misalnya: objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Sedangkan fungsi dari sikap (tugas) sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikandiri.
2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku
3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian
E. Pengukuran Sikap Secara Langsung Dan Tidak Langsung
Para ahli Psikologi Sosial telah berusaha untuk mengukur sikap dengan berbagai cara. Beberapa bentuk pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak diadakannya penelitian sikap yang pertama yaitu pada tahun 1920. Kepada subjek diminta untuk merespons objek sikap dalam berbagai cara.
Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara :
1. Langsung (Direct measures of attitudes)
Pada umumnya digunakan tes psikolgi yang berupa sejumlah item yang telah disusun secara hati-hati, saksama, selektif sesuai dengan kriteria tertentu. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dan skala sikap ini diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai cara oleh responden terhadap suatu objek psikologi.
2. Tidak langsung (Indirect measures ofattitudes). (Whittaker, 1970, hal. 594-596).
Teknik pengukuran sikap secara langsung yang telah dibicarakan di muka bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan secara lisan (verbal). Dengan teknik demikian, subjek juga tahu bahwa sikapnya sedang diukur, dan pengetahuan atas ini mungkin akan mempengaruhi jawabannya. Ini salah satu problem yang sering dihadapi dalam penggunaan teknik pengukuran secara langsung. Adakah responden menjawab sejujurnya?
Sebab kemungkinan untuk menjawab tidak jujur dalam arti tidak seperti apa adanya adalah besar sekali. Apabila kita ditanya tentang perasaan atau sikap kita terhadap tetangga, kemungkinan besar akan menjawab yang positif meskipun tidak demikian halnya. Sebenamya problem ini sudah dikurangi dengan konstruksi item yang secermat-cermatnya. Namun demikian tidak berarti bahwa problem tersebut sudah teratasi sepenuhnya. Berdasar atas problem tersebut beberapa ahli berusaha mengembangkan suatu teknik mengukur sikap secara langsung. Di dalam teknik tidak langsung ini, subjek tidak tahu bahwa tingkah laku atau sikapnya sedang diteliti. Teknik tidak langsung khususnya berguna bila responden kelihatan enggan mengutarakan sikapnya secara jujur.
Dalam suatu teknik tidak langsung, seorang peneliti memberikan gambar-gambar kepada subjek, subjek diminta untuk menceritakan apa-apa yang ia lihat dari gambar itu.
Subjek kemudian di-score yang memperlihatkan sikapnya terhadap orang atau situasi di dalam gambar ini. Seperti yang pernah dilakukán oleh Proshansky (:1943), yang menyelidiki tentang sikap terhadap buruh. Di sini pengukuran sikap dilakukan secara tidak langsung, yaitu kepada subjek dliperlihatkan gambar-gambar dan para pekerja dalam berbagai konflik situasi.
Subjek diminta untuk menceritakan tentang gambar-gambar itu dalam suatu karangan atau cerita. Namun teknik pengukuran sikap tidak langsung mi menimbulkan beberapa masalah penting bagi para ahli psikologi. Sejauh mana sikap individu dapat diungkap, bila ia tidak menyadari akan hal itu, di samping itu apakah bukan suatu pelanggaran mengungkap sesuatu yang bersifat pribadi di luar pengetahuan dan kesadarannya? Apakah ini bukan suatu pelanggaran etik? Apakah kita selalu memerlukan izin atau persetujuan dari responden? Hal- hal inilah yang menimbulkan masalah bagi para peneliti tidak hanya pada teknik tidak langsung tetapi juga pada hampir sernua penelitian psikologi.
2. PERILAKU SOSIAL
A. Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001). Sebagai bukti bahwa manusia dalam memnuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain.Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat.
B. Pengertian Penyimpangan Sosial di Masyarakat
Robert M.Z. memberikan definisi terhadap penyimpangan perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang.
Pengertian mengenai perilaku menyimpang juga diutarakan oleh James W. Van Der Zanden. Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai suatu yang tercela dan di luar batas toleransi.
Singkatnya, penyimpangan sosial merupakan suatu bentuk perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
C. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Sosial
Lemert (1951) membagi penyimpangan sosial menjadi penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Misalnya, pelanggaran terhadap aturan lalu-lintas, dan lain-lain.
Penyimpangan sekunder adalah penyimpangan secara berulang-ulang oleh pelakunya. Bahkan, biasanya akan jadi kebiasaan serta menunjukkan ciri suatu kelompok. Pelaku penyimpangan sekunder tidak bisa diterima lagi dalam masyarakat. Misalnya; pemabuk yang sering mabuk-mabukan di tempat umum, penjudi di tempat yang dilarang, dan sebagainya.
Jika melihat dari pelakunya, bentuk penyimpangan sosial dibagi menjadi :
1. penyimpangan individu
Penyimpangan individu dilakukan oleh seorang individu. Biasanya terjadi di lingkungan keluarga.
2. penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan sosial yang dilakukan oleh kelompok yang tidak sesuai dengan norma di dalam masyarakat.
Berdasarkan sifatnya, penyimpangan sosial terjadi dalam bentuk :
1. penyimpangan sosial yang positif
Penyimpangan sosial yang positif biasanya akan memberikan dampak positif pada masyarakat. Hanya saja perilaku tersebut tidak umum dilakukan oleh masyarakat. Misalnya, muncul fenomena wanita karir yang sejalan dengan emansipasi wanita.
2. penyimpangan sosial yang negatif
Bentuk penyimpangan yang negatif tentunya penyimpangan sosial yang memberikan dampak buruk bagi masyarakat. Perbuatannya dianggap rendah, tercela, dan dilarang oleh norma masyarakat yang dianut. Misalnya, berbagai bentuk kejahatan kriminal, perjudian, penyalahgunaan narkotik, dan sebagainya.
Penyimpangan sosial bisa terjadi karena disebabkan oleh banyak hal. Salah satu penyebab terbesar adalah karena faktor komunikasi yang efektif di dalam masyarakat tersebut. Karena faktor komunikasi ini, norma-norma yang berlaku kurang bisa dipahami oleh anggota masyarakat lain. Kurangnya sosialisasi dan pengawasan juga menjadi penyebab utama dilanggarnya norma-norma.
Selain itu, penyimpangan sosial yang terjadi bisa disebabkan karena adanya akulturasi budaya. Masuknya budaya yang berbeda dengan masyarakat dapat mempengaruhi sebagian masyarakat tersebut.
Pengaruh budaya lain yang tidak disaring ke dalam norma-norma akan menjadi bentuk perilaku menyimpang di dalam masyarakat tersebut. Misalkan masuknya budaya seks bebas yang berlaku pada budaya barat ke dalam budaya Indonesia yang melarang hal tersebut.
Setiap masyarakat memiliki respons yang berbeda-beda terhadap perubahan sosial budaya. Ada masyarakat yang selalu mengikuti gerak perubahan, tetapi ada pula masyarakat yang membenci, bahkan menolak segala perubahan yang ada. Coba lihat masyarakat sekitarmu! Bagaimanakah respons mereka terhadap perubahan sosial budaya yang terjadi? Setiap masyarakat menginginkan keteraturan dan ketertiban dalam hidupnya. Oleh karena itu, segala bentuk perubahan yang terjadi menimbulkan reaksi tertentu. Secara umum terdapat dua perilaku masyarakat dalam menyikapi perubahan sosial budaya, yaitu penyesuaian dan disintegrasi yang mengarah pada perpecahan.
1. Penyesuaian
Penyesuaian merupakan satu reaksi masyarakat dalam menyikapi perubahan. Penyesuaian dilakukan agar keteraturan dan ketertiban masyarakat tetap terjaga. Mereka beranggapan bahwa setiap perubahan yang terjadi akan membawa kebaikan dan kemajuan bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, segala macam perubahan diterima dan diikuti. Sikap inilah yang mendorong masyarakat untuk terus maju dan berkembang. Penyesuaian terhadap perubahan biasanya dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut :
a. Menerima Unsur-Unsur Baru
Penerimaan unsur-unsur baru dilakukan jika unsur-unsur tersebut dirasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proses penerimaan dilakukan tanpa adanya suatu penolakan. Sikap ini biasanya dimiliki oleh anak-anak muda yang mudah mengikuti perubahan yang ada. Contohnya perubahan tren rambut, mode pakaian, merebaknya game online, penggunaan teknologi canggih, seperti internet, handphone 3G, flasdisk, MP4, dan MP5.
b. Melakukan Asimilasi
Sikap penyesuaian dapat pula diwujudkan dalam proses pengasimilasian kebudayaan. Unsur-unsur dari luar diterima dan disesuaikan dengan kebudayaan lokal sehingga membentuk kebudayaan baru yang berbeda. Kebudayaan yang satu diresapi oleh kebudayaan lain begitu pun sebaliknya. Cita-cita, tujuan, sikap, serta nilai lambat laun melebur dan berkembang bersama melahirkan sesuatu yang baru hasil percampuran kedua kebudayaan. Contohnya cerita Mahabarata dan Ramayana saat ini. Cerita tersebut merupakan hasil asimilasi dari kebudayaan India yang bercampur dengan kebudayaan lokal sehingga cerita tersebut sering dilakonkan pada kesenian wayang yang merupakan budaya Indonesia.
c. Melakukan Akomodasi
Akomodasi dilakukan sebagai usaha untuk meredakan atau menghindari konflik akibat perubahan. Segala unsur-unsur baru diakomodasi untuk menjaga keseimbangan sosial yang telah lama terbentuk. Dalam hal ini akomodasi adalah proses penerimaan unsur-unsur baru atau kebudayaan luar tanpa mempengaruhi unsur-unsur budaya lokal dalam rangka menghindari konflik.
2. Disintegrasi
Disintegrasi terjadi ketika perubahan yang ada disikapi berbeda oleh beberapa masyarakat. Ada masyarakat yang beranggapan bahwa perubahan akan membawa kebaikan dan kemajuan. Namun, ada pula yang beranggapan bahwa perubahan tersebut akan menggoyahkan integrasi masyarakat yang telah terbentuk. Perbedaan dalam menyikapi perubahan menyebabkan munculnya disintegrasi. Disintegrasi adalah proses pecahnya suatu kesatuan menjadi bagian-bagian kecil yang terpisah satu sama lain. Perilaku masyarakat terhadap perubahan yang mampu menimbulkan disintegrasi sebagai berikut :
a. Kenakalan Remaja
Perubahan yang ada tanpa disikapi dengan bijak memang dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat. Budaya Barat yang datang mampu mengoyahkan nilai dan norma yang ada. Akibatnya, kewibawaan nilai dan norma sebagai pedoman bertindak menjadi kabur. Anak-anak mulai tidak menaati nilai dan norma yang berlaku. Oleh karena itu, perilaku yang keluar berupa penyimpangan, salah satunya adalah tindakan kenakalan remaja. Tindakan ini mampu menimbulkan keresahan masyarakat yang mendorong terjadinya disintegrasi bangsa.
b. Kriminalitas
Perkembangan masyarakat yang semakin maju tanpa dibarengi peningkatan kemampuan dan moral, justru akan menjadi bumerang bagi masyarakat itu sendiri. Misalnya perkembangan teknologi canggih memang dapat memudahkan kehidupan masyarakat. Akan tetapi, menjadi berbeda jika perkembangan iptek berada di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Muncul tindak kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih. Misalnya pembobolan kartu ATM melalui jaringan internet, penipuan melalui telepon, pencurian pulsa lewat handphone, dan perekaman gambar-gambar amoral dengan kamera digital.
c. Prostitusi atau Pelacuran
Adanya prostitusi pada era saat ini merupakan satu bentuk perilaku dalam menyikapi perubahan. Berubahnya sistem perekonomian menjadikan keberlangsungan hidup semakin sulit. Hal inilah yang mendorong seseorang masuk dalam dunia prostitusi. Menurut Soerjono Soekanto, prostitusi dianggap sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan seksual dengan imbalan upah.
d. Narkoba
Pada era kemajuan ini, tidak heran jika kasus penyalahgunaan narkoba jumlahnya semakin bertambah. Arus globalisasi yang cepat membawa perubahan yang cepat pula di tubuh masyarakat. Dahulu masyarakat tidak mengenal berbagai obat-obatan terlarang, tetapi seiring dengan perkembangan zaman orang dengan mudah mendapatkan dan menikmatinya. Merebaknya narkoba terutama di kalangan remaja merupakan hasil dari perubahan sosial budaya.
e. Pergolakan Daerah
Terjadinya pergolakan daerah disebabkan adanya perubahan ekonomi, politik, etnis, dan agama yang mengarah pada kesenjangan. Perubahan tersebut dinilai tidak adil dan hanya memihak pada kepentingan orang-orang tertentu. Mereka menganggap bahwa perubahan-perubahan yang ada tidak membawa kemajuan, tetapi keterpurukan masyarakat. Oleh karena itu, segenap masyarakat menolak perubahan hingga muncul pergolakan daerah yang berkepanjangan. Contohnya pergolakan di Aceh, Poso, dan Ambon.
f. Demonstrasi
Demonstrasi kini menjadi fenomena yang biasa di negara kita. Terlebih pada era reformasi seperti saat ini, demonstrasi dianggap sebagai sarana efektif dalam menyampaikan aspirasi. Selain itu, demonstrasi dianggap sebagai alat kontrol sosial yang tepat terhadap kinerja pemerintah. Demonstrasi disebabkan adanya sikap ketidaksetujuan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat. Sikap penolakan ini diwujudkan dalam aksi demonstrasi secara besar-besaran.
Sesungguhnya masih banyak sikap dan perilaku masyarakat terhadap perubahan sosial budaya yang terjadi. Salah satunya adalah muncul sikap materialisme, individualisme, dan konsumerisme. Sikap materialisme adalah sikap lebih mengejar kekayaan materi dibanding dengan kualitas diri. Sikap individualisme adalah sikap lebih memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri dibanding menolong orang lain. Sementara sikap konsumerisme adalah sikap hidup yang suka menghambur-hamburkan uang atau hidup boros.
Perilaku sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh perkembangan jaman dan juga faktor ekonomi pelaku. Saat ini dijaman demokrasi yang sangat gencar, menimbulkan perubahan-perubahan besar, misal, setiap warga negara bebas untuk menyampaikan pendapat di muka umum dengan berbagai cara, di era sebelum reformasi, dimana demokrasi yang saat itu dibungkam dengan kekuatan kekuasaan, maka tidak dapat dengan bebas untuk melakukan penyampaian pendapat. Perubahan perilaku tersebut terwujud atas dorongan dari interaksi masyarakat yang sangat kuat untuk menginginkan adanya perubahan. Interaksi yang sangat kuat antar masyarakat dan lembaga-lembaga sosial pada waktu itu mencapai puncaknya dan melahirkan demokrasi yang sampai saat ini ada.
3. NORMA-NORMA SOSIAL
Saat kita berbicara mengenai sikap dan perilaku sosial, kita tidak bisa melepaskan diri dari pembahasan mengenai norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari, individu atau kelompok lainnya. Jadi setiap manusia, baik sebagai individu atau anggota masyarakat selalu membutuhkan bantuan orang lain. Dalam interaksi sosial tersebut, setiap individu bertindak sesuai dengan kedudukan, status sosial, dan peran yang mereka masing-masing. Tindakan manusia dalam interaksi sosial itu senantiasa didasari oleh nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
A. Manusia, Masyarakat, dan Ketertiban
Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan berkelompok. Hidup berkelompok ini merupakan kodrat manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu juga untuk mempertahankan hidupnya, baik terhadap bahaya dari dalam maupun yang datang dari luar. Setiap manusia akan terdorong melakukan berbagai usaha untuk menghindari atau melawan dan mengatasi bahaya-bahaya itu.
Dalam hidup berkelompok itu terjadilah interaksi antar manusia. Kalian juga senantiasa mengadakaninteraksi dengan teman-teman kalian, bukan? Interaksi yang kalian lakukan pasti ada kepentingannya, sehingga bertemulah dua atau lebih kepentingan. Pertemuan kepentingan tersebut disebut “kontak“. Menurut Surojo Wignjodipuro, ada dua macam kontak, yaitu :
1. Kontak yang menyenangkan, yaitu jika kepentingan-kepentinganyang bertemu saling memenuhi. Misalnya, penjual bertemu dengan pembeli.
2. Kontak yang tidak menyenangkan, yaitu jika kepentingan-kepentingan yang bertemu bersaingan atau berlawanan. Misalnya, pelamar yang bertemu dengan pelamar yang lain, pemilik barang bertemu dengan pencuri.
Mengingat banyaknya kepentingan, terlebih kepentingan antar pribadi, tidak mustahil terjadi konflik antar sesama manusia, karena kepentingannya saling bertentangan. Agar kepentingan pribadi tidak terganggu dan setiap orang merasa merasa aman, maka setiap bentuk gangguan terhadap kepentingan harus dicegah. Manusia selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan tertib, aman, dan damai, yang menjamin kelangsungan hidupnya. Sebagai manusia yang menuntut jaminan kelangsungan hidupnya, harus diingat pula bahwa manusia adalah mahluk sosial.Menurut Aristoteles, manusia itu adalah Zoon Politikon, yang dijelaskan lebih lanjut oleh Hans Kelsen “man is a social and politcal being” artinya manusia itu adalah mahluk sosial yang dikodratkan hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat, dan mahluk yang terbawa oleh kodrat sebagai mahluk sosial itu selalu berorganisasi. Kehidupan dalam kebersamaan (ko-eksistensi) berarti adanya hubungan antara manusia yang satudengan manusia yang lainnya. Hubungan yang dimaksud dengan hubungan sosial (social relation) atau relasi sosial. Yang dimaksud hubungan sosial adalah hubungan antar subjek yang saling menyadari kehadirannya masingmasing. Dalam hubungan sosial itu selalu terjadi interaksi sosial yang mewujudkan jaringan relasi-relasi sosial (a web of social relationship) yang disebut sebagai masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat menuntut cara berperilaku antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai suatu ketertiban.
Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat berlain-lainan karena norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan mempunyai sifat yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur setiap manusia sebagai anggota masyarakat harus memperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada dan hidup dalam masyarakat.
B. Pengertian Norma, Kebiasaan, Adat-istiadat dan Peraturan
Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu atau kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa didasari oleh adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya interaksi sosial di dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lain sebagainya.
Masyarakat yang menginginkan hidup aman, tentram dan damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa Arab) atau norma (berasal dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran.
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud: perintah dan larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik. Ada bermacam-macam norma yang berlaku di masyarakat. Macam-macam norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu :
1. Norma Agama : Ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, laranganlarangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat. Contoh norma agama ini diantaranya ialah :
· “Kamu dilarang membunuh”.
· “Kamu dilarang mencuri”.
· “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
· “Kamu harus beribadah”.
· “Kamu jangan menipu”.
2. Norma Kesusilaan : Ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Contoh norma ini diantaranya ialah :
· “Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”.
· “Kamu harus berlaku jujur”.
· “Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia”.
· “Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.
3. Norma Kesopanan : Ialah norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya ialah :
· “Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi”.
· “Jangan makan sambil berbicara”.
· “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat” dan.
· “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulang-ulang mengenai sesuatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan hidup . Kebiasaan dalam masyarakat sering disamakan dengan adat istiadat.
Adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksudmengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai peraturan sopan santun yang turun temurun Pada umumnya adat istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi rakyat.
4. Norma Hukum : Ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara. Contoh norma ini diantaranya ialah :
· “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum karena membunuh dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun”.
· “Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan mengganti kerugian”, misalnya jual beli.
· “Dilarang mengganggu ketertiban umum”.
C. Hubungan Antar-Norma
Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, selain diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi. Artinya kaidah sosial mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dalam hal-hal hukum tidak mengaturnya. Selain saling mengisi, juga saling memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya “kamu tidak boleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama, kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang sama.
Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk “pencurian”, “penipuan”, dan lain-lain pelanggaran hukum. Hubungan antara norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum yang tidak dapat dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing memiliki sumber yang berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Norma kesusilaan sumbernya suara hati (insan kamil). Norma kesopanan sumbernya keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan perundang-undangan.
2011
0 komentar:
Posting Komentar