Subscribe:

Ads 468x60px

Sample Text

Rabu, 06 Februari 2013

Makalah Geomorfologi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Geomorfologi adalah sebuah studi ilmiah terhadap permukaan Bumi dan proses yang terjadi terhadapnya. Secara luas, berhubungan dengan landform (bentuk lahan) tererosi dari batuan yang keras, namun bentuk konstruksinya dibentuk oleh runtuhan batuan, dan terkadang oleh perilaku organisme di tempat mereka hidup.
Selama sejarah perkembangan Geografi, dikenal dua objek kajian utama, yaitu: Geografi Fisik, yang mendasarkan pada objek bentang alami (natural landscape) dengan penekanan pada bentuklahan (landform), dan Geografi Sosial, yang mendasarkan kepada objek bentang budaya (cultural landscape).
Bentuk lahan merupakan bentuk pada permukaan bumi sebagai hasil perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses – proses gemorfologi yang beroperasi dipermukaan bumi . semua perubahan fisik maupun kimia pada permukaan bumi oleh tenaga – tenaga geomorfologi . Semua tenaga yang ditimbulkan oleh medium alam yang berada dipermukaan bumi termasuk di atmosfer . Proses merupakan perubahan bentuk lahan dalam waktu relatif pendek akibat adanya gaya eksogen serta waktu perkembangan relatif pendek. Bentuk lahan atau Landform  adalah bentukan alam di permukaan bumi khususnya di daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi tertentu pula (Marsoedi, 1996). Sukmantalya (1995), menjelaskan bahwa bentuk lahan merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuk lahan tersebut terdapat. Lebih lanjut Gunadi (1991) mengemukakan bahwa berkaitan dengan data bentuk-lahan, tanah, hidrologi, dan sebagainya, dapat merumuskan alternatif-Alternatif dan strategi pengembangan guna perencanaan penggunaan lahan. Sedangkan (Way 1973 dalam Zuidam, 1979), bahwa bentuk lahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses alami yang mempunyai susunan tertentu dan julat karakteristik fisik dan visual di mana bentuk lahan itu terbentuk.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian bentuk lahan ?
2.      Apa saja jenis bentuk lahan (landform) ?

C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah :
1.      Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian bentuk lahan.
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis bentuk lahan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Selama sejarah perkembangan Geografi, dikenal dua objek kajian utama, yaitu: Geografi Fisik, yang mendasarkan pada objek bentang alami (natural landscape) dengan penekanan pada bentuklahan (landform), dan Geografi Sosial, yang mendasarkan kepada objek bentang budaya (cultural landscape). Dalam Geografi, dikaji fenomena geosfer melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu: (a) pendekatan keruangan, (b) ekologi, dan (c) kompleks wilayah. Fenomena geosfer merupakan hasil dari interaksi faktor alam dan faktor manusia. Kenampakan fenomena geosfer pada hakikatnya ada 3 (tiga) paham utama, yaitu: (a) deterministik (faktor alam mempengaruhi kondisi manusia), (b) posibilistik (faktor manusia mempengaruhi alam), dan (c) probabilistik (faktor alam dan manusia sama-sama memberikan kemungkinan terbentuknya fenomena geosfer).

A.      Konsep Dasar Geomorfologi
Konsep dasar yang diuraikan dalam sub bab ini bersumber dari tulisan Thornbury (1954) yang akan disertai beberapa contoh kejadian atau fenomena yang terdapat di Indonesia. Konsep dasar ini dapat memberikan petunjuk pada kita tentang faktor-faktor pendukung dalam menginterpretasi bentanglahan. Konsep dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Proses-proses fisikal yang sama dan hukum-hukumnya yang bekerja sama sekarang, telah bekerja sepanjang masa geologi, meskipun dengan intensitas yang tidak sama dengan saat sekarang.
Contoh : pembentukan topografi karst di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dicirikan oleh sungai bawah tanah, dan proses pembentukan stalakmit dan stalaktit, yang masih aktif aktif hingga sekarang.
2.      Struktur geologi merupakan faktor kontrol dominan terhadap bentuk evolusi bentuk lahan dan tercermin pada bentuk lahannya.
Contoh : gawir sesar di pegunungan Batur Agung DIY dan Jawa Tengah yang tersusun oleh breksi vulkanik dan batu gamping menunjukan bentuk lahan yang tegas. Jenis batuan tersebut mungkin akan resisten terhadap suatu proses yang lain, akan tetapi di bawah pengaruh kondisi iklim yang berbeda-beda akan memberikan perbedaan tingkat resistensinya. Batu gamping pada daerah iklim tropis basah akan membentuk topografi karst, sedangkan pada daerah kering batu gamping resisten seperti batu pasir.
3.      Pada batas-batas tertentu permukaan bumi memiliki relief (timbulan), karena kerja proses geomorfik mempunyai kecepatan yang berbeda-beda.
Contoh : daerah yang mempunyai struktur dan litologi yang sama, daerah tersebut akan menunjukan perbedaan relief yang nyata.
4.      Proses-proses geomorfik itu akan meninggalkan bekas yang nyata pada bentuklahan dan setiap proses geomorfik berkembang sesuai dengan karakteristik bentuklahan itu sendiri.
Contoh : di daerah Adipala, Cilacap, Jawa Tengah, terdapat danau tapal kuda (oxbow lake) dari Sungai Serayu Lama, yang kemudian di sekitarnya diketemukan bentuklahan asosiasinya.
5.      Oleh karena tenaga erosional yang bekerja dipermukaan bumi itu berbeda-beda maka akan terjadi suatu tingkatan perkembangan dari bentuklahan.
Contoh : konsep ini dapat menunjukan tingkat erosi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi bentuklahan suatu daerah
6.      Evolusi geomorfik yang kompleks itu lebih umum terjadi dibandingkan yang terjadi secara sederhana.
Contoh : banyak kenampakan bentuklahan individual yang terbentuk oleh beberapa proses geomorfologi, dan sangat jarang ditemukan bentuklahan yang dicirikan oleh suatu proses geomorfik saja, meskipun kita dapat menunjukan suatu proses yang dominan..
7.      Topografi muka bumi kebanyakan tidak lebih tua daripada kala pleistosen dan sedikit saja yang lebih tua dari pada zaman tertier.
Contoh : Pegunungan Himalaya kemungkinan terlipat pertama kali pada kala kreataseous, kemudian pada kala erosen dan miosen. Kenampakan topografi dari Pegunungan Himalaya yang sekarang terbentuk pada kala pliosen dan topografinya yang lebih detil terbentuk pada kala pleistosen atau lebih muda.
8.      Interpretasi yang tepat terhadap bentanglahan masa kini tidak dimungkinkan tanpa penilaian yang mendalam tentang pengaruh perubahan geologi dan klimatologis yang berulang kali terjadi pada masa pleistosen.
9.      Pengetahuan tentang iklim dunia perlu untuk memahami arti penting keanekaragaman proses geomorfik.
10.  Geomorfologi meskipun lebih menekankan pada bentanglahan saat sekarang, akan memperoleh manfaat yang maksimum apabila disertai dengan pendekatan historis.

B.       Pengertian Bentuk Lahan
Menurut Strahler (1983), bentuklahan adalah konfigurasi permukaan lahan yang dihasilkan oleh proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa bentuklahan merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuklahan dicirikan oleh adanya perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi, relief/topografi dan material penyusun (litologi).
  Struktur geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul (genesa) dari bentuklahan. Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik terendah dan kemiringan lereng. Relief atau kesan topografi memberikan informasi tentang konfigurasi permukaan bentuklahan yang ditentukan oleh keadaan morfometriknya. Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik batuan serta mineral penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan.
Lf : f (T,P, S, M, K)
 
Bentuklahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk topografis khas, akibat pengaruh kuat dari proses alam dan struktur geologis pada material batuan, dalam skala ruang dan waktu kronologis tertentu. Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan:
                                                   Dengan keterangan :
T  :  topografi
P  :  proses alam
S  :  struktur geologi
M :  material batuan
K  :  ruang dan waktu kronologis
            Bentuk lahan dikaji secara kuantitatif maupun kualitatif (morfometri) dimana tujuannya mendiskripsikan relief bumi. Bentuk lahan konstruksional misalnya gunung api, patahan, lipatan, dataran, plato, dome dan pegunungan kompleks. Sedangkan bentuk lahan distruksional meliputi bentuk lahan erosional, residual dan deposisional. Cabang yang mengkaji tentang bentuk lahan disebut Geomorfologi Statis.
      Oleh karena untuk menganalisis bentanglahan lebih sesuai dengan didasarkan pada bentuklahan, maka klasifikasi bentanglahan juga akan lebih sesuai jika didasarkan pada unit-unit bentuklahan penyusunnya. Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal proses, yaitu:
1.      Bentuklahan asal proses vulkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan lava, kawah, dan kaldera.
2.      Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.
3.      Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini.
4.      Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini.
5.      Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.
6.      Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
7.      Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuari.
8.      Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan morine.
9.      Bentuklahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini adalah mangrove dan terumbu karang.
10.  Bentuklahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik.
Proses terbentuknya bentanglahan, baik bentang lahan alami maupun bentang budaya, dapat diterangkan berdasar 3 komponen, yaitu: (a) komponen lingkungan alam, (b) lingkungan sosial, dan (c) ideologi. 2 (dua) komponen utama dapat diamati oleh panca indera, sehingga dapat memunculkan suatu kenampakan, sedangkan komponen ideologi lebih berkaitan dengan akal dan hati yang tidak terlihat secara kasat mata.
Masing-masing komponen memiliki sub komponen. Sebagai contoh pada komponen lingkungan alami terdapat sub komponen: relief, batuan, air, dan iklim yang saling berinteraksi. Interaksi ini disebut dengan interaksi horisontal, yang akan menciptakan kenampakan bentang tersendiri. Selain itu juga terdapat interaksi vertikal, yaitu interaksi yang terjadi antara komponen yang saling mempengaruhi, misalnya antara lingkungan alam dan lingkungan sosial. Tiga komponen tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan.
C.       Bentuk Lahan Berdasarkan Proses Pembentukannya
Hasil pengerjaan dan proses utama pada lapisan utama kerak bumi akan meninggalkan kenampakan bentuk lahan tertentu disetiap roman muka bumi ini. Kedua proses ini adalah proses endogen (berasal dari dalam) dan proses eksogen (berasal dari luar). Perbedaan intensitas, kecepatan jenis dan lamanya salah satu atau kedua proses tersebut yang bekerja pada suatu daerah menyebabkan kenampakan bentuk lahan disuatu daerah dengan daerah lain umumnya berbeda.
Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya ), bentuk lahan dapat dibedakan menjadi :
         Bentuk asal struktural
         Bentuk asal vulkanik
         Bentuk asal fluvial
         Bentuk asal marine
         Bntuk asal pelarutan karst/solusional
         Bentuk asal aeolin
         Bentuk asal denudasional
         Bentuk asal glasial
         Bentuk asal organik
         Bentuk asal antropogenik

1.         Bentuk Lahan Struktural
Bentuklahan struktural merupakan bentuklahan yang diakibatkan keran adanya tenaga endogen yang bekerja, sehingga terjadi adanya patahan dan lipatan di permukaan bumi. Pada bentuklahan daerah patahan mempunyai tekstur yang kasar dengan bentuk yang tidak teratur serta mempelihatkan kesan topografi tinggi yang seragam dan alur sungai rapat dengan pola yang seragam, hal ini menandakan bahwa permukaannya tersusun oleh batuan-batuan yang kompak serta proses erosi intensif yang tidak mampu menggerus permukaan secara utuh. Lipatan atau fold adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan sehingga batuan pindah dari kedudukannya semula membentuk lengkungan. Selain itu, lipatan adalah lapisan kulit bumi yang mendapat tekanan yang arahnya mendatar. Lipatan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan bentuk lengkungan, yaitu antiklin dan sinklin. Antiklin merupakan punggung lipatan yang kemiringan kedua sayapnya ke arah saling berlawanan dan saling menjauh (bentuk concav dengan cembung ke atas). Bagian tengah dari antiklin disebut inti antiklin.
Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses tektonik, yang berupa pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh control struktural. Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan struktural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan struktural masih dapat dikenali, jika penyebaran struktural geologinya dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya.
Bentuk lahan asal struktural, merupakan bentuk lahan yang terjadi akibat pengaruh struktur geologis, contohnya adalah pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan kubah dan sebagainya.
Dalam berbagai hal bentuklahan struktural berhubungan dengan perlapisan batuan sedimen yang berbeda ketahanannya terhadap erosi. Bentuklahan lahan struktural pada dasarnya dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu struktur patahan dan lipatan. Kadang-kadang pola aliran mempunyai nilai untuk struktur geologis yang dapat dilihat dari citra.
Plateau struktural terbentuk pada suatu daerah yang berbatuan berlapis horisontal, sedang cuesta dan pegunungan monoklinal terdapat dip geologis yang nyata. Batuan berlapis yang terlipat selalu tercermin secara baik pada bentuklahannya. Skistositas akan berpengaruh pada bentuklahan pada daerah dengan batuan metamorfik, lebih lanjut patahan dan retakan mempunyai pengaruh juga pada perkembangan landform. Dalam beberapa kasus, bentuk-bentuk struktural dipengaruhi oleh proses-proses eksogenitas dari berbagai tipe, sehingga terbentuklah satuan struktural-denudasional.
Struktur-struktur geologi seperti lipatan, patahan, perlapisan, kekar maupun lineaman (kelurusan) yang dapat diinterpretasi dari foto udara dan peta geologi merupakan bukti kunci satuan struktural. Pola aliran sungai yang ada akan mengikuti pola struktur utama, dengan anak-anak sungai akan relatif sejajar dan tegak lurus dengan sungai induk. Beberapa fenomena bentukan struktural antara lain : flatiron, hogbacks, cuesta, pegunungan lipatan, dome/kubah, pegunungan patahan dan pegunungan kompleks.
Flatiron (Sfi) merupakan morfologi pegunungan / perbukitan dan dibentuk oleh lapisan dengan kemiringan relatif tegak, ujung atasnya meruncing dan bentuk seperti seterika. Hogbacks (Shb) berbentuk punggungan lebar yang miring ke arah lapisan dan gawir yang terjal miring ke arah berlawanan dengan arah kemiringan lapisan, besar sudut > 30° (dip). Jika kemiringan punggungan melandai sesuai dengan dip lapisan sebesar ± 15° disebut cuesta (Scu). Dome atau pegunungan kubah (Spk) merupakan struktur lipatan pendek regional, dengan sudut kemiringan kecil melingkar ke segala arah (radier) membentuk bulat atau oval. Antiklinal pendek yang menunjam ke kiri-kanannya cenderung membentuk kubah dengan ukuran bervariasi. Pola aliran umumnya melingkar (annular). Pegunungan lipatan (Spl) mempunyai morfologi yang spesifik dengan adanya punggungan antiklinal memanjang dan lembah sinklinal yang harmonis, dimana topografinya mengikuti lengkungan lipatan. Pola aliran sungai akan mengikuti struktur utama (konsekwen longitudinal), kemudian disusul anak-anak sungai yang menuruni lereng punggungan tegak lurus sungai utama yang disebut subsekwen, yang akhirnya membentuk pola trellis. Pegunungan patahan (Spp) merupakan struktur patahan yang umumnya dibatasi oleh adanya gawir sesar (bidang patahan) yang terjal, kelurusan dan pola aliran yang menyudut-patah (regtangular). Asosiasi antara struktur lipatan dengan patahan umumnya lebih terjadi membentuk struktur pegunungan kompleks (Spk) dengan konfigurasi permukaan yang unik dan tidak teratur.
Kenampakan pada foto udara untuk masing-masing struktur akan terlihat jelas dan spesifik, dengan didukung oleh fenomena tertentu seperti gawir patahan yang lurus dan terjal, kelurusan vegetasi atau igir/punggungan, pola aliran yang saling tegak lurus dengan anak-anak sungai yang relatif sejajar kemudian menyebar keluar, topografi kasar, pola tidak teratur, vegetasi jarang dan penggunaan lahan untuk lahan tegalan atau hutan reboisasi/konservasi.
2.         Bentuk Lahan Vulkanik
Volkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi berbagai bentuk lahan yang secara umum disebut bentuk lahan vulkanik.Umumnya suatu bentuk lahan volkanik pada suatu wilayah kompleks gunung api lebih ditekankan pada aspek yang menyangkut aktifitas kegunungapian, seperti : kepundan, kerucut semburan, medan-medan lahar, dan sebagainya. Tetapi ada juga beberapa bentukan yang berada terpisah dari kompleks gunung api misalnya dikes, slock, dan sebagainya.







Bentuklahan vulkanik secara sederhana dibagi menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk eksplosif (krater letusan, ash dan cinder cone) dan bentuk-bentuk effusif (aliran lava/lidah lava, bocca, plateau lava, aliran lahar dan lainnya) yang membentuk bentangan tertentu dengan distribusi di sekitar kepundan, lereng bahkan kadang sampai kaki lereng. Struktur vulkanik yang besar biasanya ditandai oleh erupsi yang eksplosif dan effusif, yang dalam hal ini terbentuk volkanostrato.

bagian2 vulkanErupsi yang besar mungkin sekali akan merusak dan membentuk kaldera yang besar.Kekomplekkanvulkanik akan terbentuk bila proses-proses yang non-vulkanik berinteraksi dengan vulkanisme. Proses patahan yang aktif akan menghasilkan erupsi linier dan depresi volkano-tektonik. Satuan bentuklahan vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, dan sebagai contoh penyimbulannya antara lain : satuan kepundan (VK), satuan kerucut parasiter (VKp), satuan lereng vulkan (VL), satuan kakilereng gunungapi (VLk) dan satuan dataran fluvial gunungapi (VDk).
Proses erosi vertikal yang kuat pada bagian hulu akibat aliran lava/lahar dan curah hujan yang tinggi membentuk lembah-lembah sungai yang curam dan rapat serta dibatasi oleh igir-igir yang runcing dengan pola mengikuti aliran sungai-sungainya. Proses erosi dan denudasional yang bekerjasama menyebabkan terbentuknya relief yang kasar dan topografi yang tinggi dengan kemiringan lereng yang curam pada bagian lereng atas, kemudian terdapat tekuk lereng (break of slope) yang mencirikan munculnya mataair membentuk sabuk mata air (spring belt).
          Pola aliran sungai terbentuk akibatproses geomorfologi yang bekerja pada batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola yang relatif annular sentrifugal dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar, kemudian bertemu pada tekuk lereng pertama. Beberapa sungai bertemu kembali pada tekuk lereng kedua, dan seterusnya. Kerapatan aliran umumnya tinggi pada lereng atas dan tengah, yang semakin menurun kerapatannya ke arah lereng bawah dan kaki lereng.
Pola-pola kelurusan yang ada umumnya berupa igir-igir curam di kanan-kiri sungai, pola kelurusan kontur yang melingkar serta break of slope yang berasosiasi dengan spring belt. Vegetasi umumnya rapat berupa hutan lindung di bagian atas, hutan penyangga di tengah dan akhirnya menjadi lahan budidaya pertanian di bagian kaki lereng sampai dataran fluvialnya. Permukiman dapat dijumpai mulai pada lereng tengah dengan kerapatan jarang ke arah bawah yang mempunyai kerapatan semakin padat.
Kenampakan dari foto udara, tekstur umumnya kasar tetapi seragam pada ketinggian atau klas lereng sama, semakin ke bawah semakin halus; rona agak gelap sampai gelap; pola agak teraturdan umumnya kenampakan fisik mempunyai pola yang kontinyu. Kenampakan yang khas adalah bahwa pada pusat kepundan akan terlihat suatu kerucut yang di sekitarnya terdapat hamparan hasil erupsi tanpa vegetasi penutup sedikitpun. Bekas-bekas aliran lava cair akan tampak berupa garis-garis aliran di sekitar kepundan dan berhenti membentuk blok-blok dinding terjal akibat pembekuan di luar.
3.         Bentuk Lahan Fluvial
       Suatu bentukan yang berhubungan dengan daerah - daerah penimbunan (sedimentasi) seperti di sekitar lembah-lembah sungai besar dan dataran aluvialBentukan asal fluvial berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan yang berupa pengikisan, pengangkutan, dan jenis buangan pada daerah dataran rendah seperi lembah, ledok, dan dataran alluvial. Proses penimbunan bersifat meratakan pada daerah-daerah ledok, sehingga umumnya bentuk lahan asal fluvial mempunyai relief yang rata atau datar. Material penyusun satuan betuk lahan fluvial berupa hasil rombakan dan daerah perbukitan denudasional disekitarnya, berukuran halus sampai kasar, yang lazim disebut sebagai alluvial. Karena umumnya reliefnya datar dan litologi alluvial, maka kenampakan suatu bentuk lahan fluvial lebih ditekankan pada genesis yang berkaitan dengan kegiatan utama sungai yakni erosi, pengangkutan, dan penimbunan.
sistem-sungai.jpg
       Bentukan asal fluvial antara lain : dataran banjir, dataran alluvial, kipas alluvial, sungai berkelok – kelok (Meandering), gosong sungai, sungai teranyam, dsb. Proses fluvial ini bersifat merusak dan membangun. Proses yang merusak ini meliputi pelapukan, erosi dan denudasi hingga transportasi dan mengakibatkan terbentuknya bentuk lahan yang berupa lembah – lembah sungai. Proses yang brsifat konstruktif meliputi proses transportasi hingga sedimentasi dan membangun bentuk – bentuk positif hasil sedimentasi. Pada akhir proses tersebut akan membentuk suatu dataran.
Bentuklahan asal proses fluvial terbentuk akibat aktivitas aliran sungai yang berupa pengikisan, pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi) membentuk bentukan-bentukan deposisional yang berupa bentangan dataran aluvial (Fda) dan bentukan lain dengan struktur horisontal, tersusun oleh material sedimen berbutir halus. Bentukan-bentukan ini terutama berhubungan dengan daerah-daerah penimbunan seperti lembah-lembah sungai besar dan dataran aluvial. Bentukan-bentukan kecil yang mungkin terjadi antara lain dataran banjir (Fdb), tanggul alam (Fta), teras sungai (Fts), dataran berawa (Fbs), gosong sungai (Fgs) dan kipas aluvial (Fka). Asosiasi antara proses fluvial dengan marin kadang membentuk delta (Fdt) di muara sungai yang relatif tenang. Beberapa hal proses-proses fluvial seperti pengikisan vertikal maupun lateral dan berbagai macam bentuk sedimentasi sangat jelas dapat dilihat pada citra atau foto udara.
Sungai-sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya dikelompokkan dalam stadia dewasa, yaitu sungai yang telah mengalami gradasi dan berada dalam keadaan seimbang sehingga energinya hanya cukup untuk membawa dan memindahkan bebannya saja. Erosi dan pengendapan seimbang yang membentuk hamparan dataran yang luas ke arah pantai.
Sungai peringkat dewasa membentuk dataran banjir dengan pengendapan sebagian bebannya. Pengendapan ini yang membentuk dataran banjir di kanan-kiri sungai yang disebabkan karena air sungai semasa banjir melimpah tebing dan tidak lagi tersalurkan karena terhambat dan dangkal. Jika pengendapan beban bertumpuk dan terakumulasi di kanan kiri sungai akan terbentuk tanggul alam (natural levees) yang lebih tinggi dari dataran banjir di sekitarnya.
Ciri khusus dataran aluvial di bagian bawah adalah adanya pola saluran yang berkelok-kelok (meanders). Pola ini terbentuk akibat proses penimbunan pada bagian luar kelokan dan erosi secara bergantian, sementara kecepatan aliran berkurang akibat menurunnya kemiringan lereng. Pengendapan cukup besar, sehingga aliran kadang tidak mampu lagi mengangkut material endapan, yang akhirnya arah aliran membelok begitu seterusnya membentuk kelokan-kelokan tertentu.
Pola aliran sungai pada daerah datar yang penuh beban endapan pasir, kerikil dan bongkah-bongkah, dimana alirannya saling menyilang dan sering berpindah dan dipisahkan oleh igir lembah (levee ridge) membentuk pola sungai teranyam (braided stream). Sungai yang mengalami peremajaan akan membentuk undak-undakan di kanan-kiri sungai yang mempunyai struktur sama membentuk teras sungai (rivers terraces). Pada suatu mulut lembah di daerah pegunungan yang penyebarannya memasuki wilayah dataran, kadang terbentuk suatu bentukan kipas akibat aliran sungai yang menuruni lereng yang disebut kipas aluvial. Dari mulut lembah kemudian menyebar dan meluas dengan sudut kemiringan makin melandai. Fraksi kasar akan terakumulasi di mulut lembah dan fraksi halus akan tersebar semakin menjauhi mulut lembah di wilayah dataran. Berkurangnya kecepatan atau daya angkut material menyebabkan banyak material terakumulasi di bagian hilir, dan akan muncul pada saat air sungai menurun yang disebut gosong sungai. Hal ini umumnya dijumpai pada sungai-sungai besar dan meanders.
Secara umum apabila dilihat dari foto udara, kenampakan bentuklahan hasil proses fluvial mempunyai struktur horisontal, menyebar dan meluas di kanan kiri sungai dengan tekstur halus dan seragam, rona agak gelap sampai gelap, material berupa endapan pasir dan kerikil yang relatif halus, pola aliran dendritik kompleks, ada cirikhas aliran meanders dan braided di bagian hilir, penggunaan lahan untuk sawah irigasi dan permukiman padat.
4.         Bentuk Lahan Marine
Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-surut, dan pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine dapat mencapai puluhan kilometer kearah darat, tetapi terkadang hanya beberapa ratus meter saja. Sejauh mana efektifitas proses abrasi, sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses lain yang sering mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa lalu, berupa gunung api, perubahan muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi penyusun.
Bentuk Lahan Marine merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuari.
 Pengaruh proses marine berlangsung intensif pada daerah pantai pesisir, khususnya pada garis pantai di wilayah pesisir tersebut, bahkan ada diantaranya yang sampai puluhan kilometer masuk ke pedalaman. Selain itu, berbagai proses lain seperti proses tektonik pada masa lalu, erupsi gunung api, perubahan muka air laut, dan lain – lain sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi medan pantai dan pesisir beserta karakteristik lainnya. Adakalanya proses marin di kawasan ini berkombinasi dengan proses angin (aeolin). Medan yang terbentuk dari kombinasi dus proses ini bersifat spesifik.
Berbagai proses berlangsung di daerah pantai dan pesisir, yang tenaganya berasal dari ombak, arus, pasang surut, tenaga tektonik, menurunnya permukaan air laut maupun lainnya. Proses ini berpengaruh terhadap medan dan karakteristikya, serta mempengaruhi perkembangan wilayah pantai maupun pesisir tersebut. Secara garis besar perkembangan pantai atau pesisir secara alami dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Perkembangan daratan dan 2. Penyusutan daratan.
Daerah pantai merupakan daerah yang masih terkena pengaruh dari aktifitas marine. Berdasarkan morfologinya, daerah pantai dapat dibedakan ke dalam empat kelompok,yaitu:
1. Daerah Pantai Bertebing Terjal
Pantai bertebing terjal di daerah tropik basah pada umumnya menunjukkan kenampakan yang mirip dengan lereng dan lembah pengikisan di daerah pedalaman. Aktifitas pasang-surut dan gelombang mengikis bagian tebing ini sehingga membentuk bekas-bekas abrasi seperti: tebing (cliff), tebing bergantung (notch), rataan gelombang (platform), dan bentuk lainnya.
2. Daerah Pantai Bergisik
Endapan pasir yang berada di daerah pantai pada umumnya memiliki lereng landai. Kebanyakan pasirnya berasal dari daerah pedalaman yang tersangkut oleh aliran sungai, kemudian terbawa arus laut sepanjang pantai, dan selanjutnya dihempas gelombang ke darat. Sesuai dengan tenaga pengangkutnya, maka ukuran butir akan lebih kasar di dekat muara sungai dan berangsur-angsur semakin halus apabila semakin menjauhi muara. Pasir yang berasal dari bahan – bahan volkanik pada umumnya berwarna gelap (hitam atau kelabu) sedangkan yang berasal dari koral atau batu gamping berwarna kuning atau putih. Daerah bagian belakang dari pantai bergisik kebanyakan memiliki beting (= ridges) yang umumnya terdiri dari beberapa jalur. Cirri ini menandakan daerah pantai yang tumbuh dan garis pantainya relative lurus.
3. Daerah Pantai Berawa Payau
Rawa payau juga mencirikan daerah pesisir yang tumbuh. Proses sedimentasi merupakan penyebab bertambahnya daratan pada medan ini. Material penyusun umumnya berbutir halus dan medan ini berkembang pada lokasi yang gelombangnya kecil atau terhalang, pada pantai yang relative dangkal. Medan ini sangat datar dan tergenang pada saat air laut pasang.




5.         Bentuk Lahan Pelarutan Karst
Menurut Ford dan Williams, (1989) Karst adalah bentuklahan yang ditimbulkan oleh batuan mudah larut yang memilikiporositas sekunder yang baik serta memiliki karakteristik hidrologi khusus. Selain pada batugamping bentuklahan karst dapat juga berkembang pada tipe batuan lain sepertidolomit, gypsum dan batugaram.
Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada batuan yang mudah larut. Menurut Jennings (1971), karst adalah suatu kawasan yang mempunyai karekteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan keterlarutan batuannya yang tinggi. Dengan demikian Karst tidak selalu pada Batugamping, meskipun hampir semua topografi karst tersusun oleh batugamping.
Fenomena kawasan karst merupakan fenomena unik yang terdapat di permukaan bumi. Secara geomorfologis, kawasan karst merupakan daerah yang dominan berbatuan karbonat. Kawasan karst merupakan kawasan yang mudah rusak. Batuan dasarnya mudah larut sehingga mudah sekali terbentuk gua-gua bawah tanah dari celah dan retakan. Mulai banyaknya permukiman penduduk yang terdapat di daerah ini akan berpengaruh terhadap tingginya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan. Istilah karst yang dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya adalah ‘krst / krast’ yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. kosistem Karst adalah areal-areal yang mempunyai lithologi dari bahan induk kapur.
Ada juga yang menyimpulkan bahwa jika ada sebuah daerah yang memiliki banyak sungai bawah tanah sering sekali dijuluki dengan Kawasan karst. Salah satu kondisi wilayah karst yang paling terlihat oleh mata adalah sebuah daerah yang kering dan panas pada permukaan tanah namun di bawah tanah menyimpan volume air dalam jumlah besar.
Bentuklahan yang berkembang pada satuan ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik litologi dan kondisi iklimnya. Proses pelarutan akan meninggalkan bekas berupa kubah-kubah gamping yang membulat teratur dan seragam, dan terbentuk lubang-lubang drainase atau porositas berupa doline atau polye yang menyatu dengan aliran bawah tanah. Retakan yang intensif akan mengakibatkan konsentrasi infiltrasi dan kelurusan dari sinkhole sepanjang retakan.
            Karakteristik yang dapat dilihat dari foto udara umumnya berupa bentukan dengan topografi kasar, banyak bulatan-bulatan kubah sisa pelarutan yang mempunyai pola teratur, aliran-aliran sungai tidak teratur dan terpotong/menghilang akibat masuk dalam ponor infiltrasi menuju sungai bawah tanah, rona cerah dan banyak bercak-bercak kehitaman, vegetasi jarang dan lahan belum banyak dimanfaatkan. Sistem retakan dan patahan sering banyak dijumpai akibat pengangkatan material dari dasar laut ke permukaan membentuk perbukitan/ pegunungan (berdasar genesanya). 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrRpBlOWaQKkDfwXsByO45NLzk-2sVf9MEnYehFKDj5tr06HBWqpuBoqXHF2s5sg9o-u-GhSRwBCQfAwdyfNDEEB4iod47NJ_FgovvD8FwLCwnZwbSgR6MyiFc_oed7UZGgTxqkibz7ybS/s400/karst+untuk+delinesi2.jpg
Bentuklahan yang terjadi pada daerah karst dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu bentuklahan negatif dan bentuklahan positif.
a)        Bentuk Lahan Negatif
Bentuklahan negative dimaksudkan bentuklahan yang berada dibawah rata-rata permukaan setempat sebagai akibat proses pelarutan, runtuhan maupun terban. Bentuklahan-bentuklahan tersebut antara lain terdiri atas doline, uvala, polye, cockpit, blind valley.
Ø  Doline
Doline merupakan bentuklahan yang paling banyak dijumpai di kawasan karst. Bahkan di daerah beriklim sedang, karstifikasi selalu diawali dengan terbentuknya doline tunggal akibat dari proses pelarutan yang terkonsentrasi. Tempat konsentrasi pelarutan merupakan tempat konsentrasi kekar, tempat konsentrasi mineral yang paling mudah larut, perpotongan kekar, dan bidang perlapisan batuan miring. Doline-doline tungal akan berkembang lebih luas dan akhirnya dapat saling menyatu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa karstifikasi (khususnya di daerah iklim sedang) merupakan proses pembentukan doline dan goa-goa bawah tanah, sedangkan bukit-bukit karst merupakan bentukan sisa/residual dari perkembangan doline.
Doline merupakan suatu istilah yang mempunyai banyak sinonim antara lain, sink, sinkhole, cockpit, blue hole, swallow hole, ataupun canote. Doline itu sendiri telah diartikan oleh Monroe (1970) sebagai suatu ledokan atau lobang yang berbentuk corong pada batugamping dengan diameter dari beberapa meter hingga 1 km dan kedalamannya dari beberapa meter hingga ratusan meter. Karena bentuknya cekung, doline sering terisi oleh air hujan, sehingga menjadi suatu genangan yang disebut danau doline.
Berdasarkan genesisnya, doline dapat dibedakan menjadi 4 yaitu, doline solusi, doline terban, dan doline alluvial dan doline reruntuhan. (Faniran dan Jeje, 1983).
·         Doline reruntuhan
Doline reruntuhan ini terjadi sebagai akibat dari proses pelarutan yang ada di bawah permukaan yang menghasilkan rongga bawah tanah. Rongga bawah tanah tersebut atapnya runtuh, hingga mengasilkan cekungan atau depresi dipermukaan. Doline seprti ini mempunyai lereng yang cukup curam-curam terdiri dari lapisan batuan yang keras dan menurun secara tiba-tiba.
·         Doline Solusi
Doline solusi terjadi karena telah berlangsungnya proses solusi/pelarutan tanpa mendapat gangguan lain terhadap batuan. Doline seperti ini terjadi secara perlahan-lahan akibat larutnya batuangamping ke dalam tanah oleh air yang meresap melalui joint atau rekahan-rekahan pada daerah batugamping.
·           Doline Terban
·           Doline Alluvial
Doline aluvial ini terjadi sebagai akibat karena pelarutan oleh air yang mengalir yang kemudian menghilang ke dalam tanah. Adanya proses tersebut terbentuk doline aluvial.
Ø  Uvala
Uvala adalah cekungan tertutup yang luas yang terbentuk oleh gabungan dari beberapa danau doline. Uvala memiliki dasar yang tak teratur yang mencerminkan ketinggian sebelumnya dan karakteristik dari lereng doline yang telah mengalami degradasi serta lantai dasarnya tidak serata polje (Whittow, 1984).

Ø  Polje
Polje adalah ledokan tertutup yang luas dan memanjang yang terbentuk akibat runtuhnya dari beberapa goa, dan biasanya dasarnya tertutup oleh alluvium.
Ø  Blind Valley
Blind Valley adalah satu lembah yang mendadak berakhir/ buntu dan sungai yang terdapat pada lembah tersebut menjadi lenyap dibawah tanah.
b)        Bentuklahan Positif
Pada prinsipnya ada 2 macam bentuklahan karst yang positif yaitu kygelkarst dan turmkarst.
Ø Kygelkarst
Kygelkarst merupakan satu bentuklahan karst tropik yang didirikan oleh sejumlah bukit berbentuk kerucut, yang kadang-kadang dipisahkan oleh cockpit. Cockpit-cockpit inisialing berhubungan satu sama lain dan terjadi pada suatu garis yang mengikuti pola kekar.

Ø Turmkarst
Turmkarst merupakan istilah yang berpadanan dengan menara karst, mogotewill, pepinohill atau pinnacle karst. Turmkarst merupakan bentuk positif yang merupakan sisa proses solusional. Menara karst/ tumkarst terdiri atas perbukitan belerang curam atau vertical yang menjulang tersendiri diantara dataran alluvial.
Ø Stalaktit dan Stalakmit
Stalaktit adalah bentukan meruncing yang menghadap kebawah dan menempel pada langit-langit goa yang terbentuk akibat akumulasi batuan karbonat yang larut akibat adanya banjir.
Stalakmit hamper mirip dengan stalaktit namun berada di bawah lantai dan menghadap keatas.

6.         Bentuk Lahan Aeolin
Gerakan udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan berbeda dari bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan, pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin secara umum dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapan debu.
  Umumnya gumuk pasir terbentuk pada pantai berpasir yang landai dan datar, ada angin yang berhembus dengan kecepatan tinggi, sinar matahari kontinyu, ada akumulasi pasir yang berasal dari sungai yang bermuara di situ, terdapat bukit penghalang di belakang pantai dan tumbuhan berupa spinifex lithorus, pandanus, calanthropus gigantae, ipomoa pescaprae dan kaktus.Beberapa ciri khusus antara lain berstruktur sedimen permukaan gelembur gelombang (ripple mark) akibat pergeseran butiran pasir pengaruh arah angin, perlapisan horisontal di bagian dalam, lapisan bersusun dan silang siur. Rona cerah, tekstur halus-seragam, pola teratur dan banyak sungai bermuara dan melebar akibat pertemuan dengan laut. Kadang terbentuk danau tapal kuda (“oxbow lake”), sungai berpindah dan akumulasi material pasir di depan tebing penghalang. 
Bentuklahan asal proses eolin dapat terbentuk dengan baik jika memiliki persyaratan sebagai berikut :
a.    Tersedia material berukuran pasir halus hingga pasir kasar dengan jumlah yang banyak.
b.    Adanya periode kering yang panjang dan tegas.
c.    Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan pasir tersebut.
d.   Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun objek yang lain.
Endapan oleh angin terbentuk oleh adanya pengikisan,pengangkutan dan pengendapan bahan-bahan tidak kompak oleh angin. Endapan karena angin yang paling utama adalah gumuk pasir(sandunes),dan endapan debu(loose). Kegiatan angin mempunyai dua aspek utama,yaitu bersifat erosif dan deposisi. Bentuklahan yang berkembang terdahulu mungkin akan berkembang dengan baik apabila di padang pasir terdapat batuan.
Pada hakekatnya bentuklahan asal proses eolin dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Erosional, contohnya : lubang angin dan lubang ombak
2. Deposisional, contohnya : gumuk pasir (sandunes)
3. Residual, contohnya : lag deposit, deflation hollow , dan pans

Contoh bentuk lahan asal proses eolin :
1.        Gumuk Pasir atau Sandunes
Gumuk pasir adalah gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus angin. Gumuk pasir dapat dijumpai pada daerah yang memiliki pasir sebagai material utama, kecepatan angin tinggi untuk mengikis dan mengangkut butir-butir berukuran pasir, dan permukaan tanah untuk tempat pengendapan pasir, biasanya terbentuk di daerah arid (kering).
Bentuk gumuk pasir bermacam-macam tergantung pada faktor-faktor jumlah dan ukuran butir pasir, kekuatan dan arah angin, dan keadaan vegetasi. Bentuk gumuk pasir pokok yang perlu dikenal adalah bentuk sabit (barchans),melintang (transverse), memanjang (longitudinal dune), parabola (parabolik), bintang (star dune).
Secara garis besar, ada dua tipe gumuk pasir, yaitu free dunes (terbentuk tanpa adanya suatu penghalang) dan impedeed Dunes (yang terbentuk karena adanya suatu penghalang).
Beberapa tipe gumuk pasir:
·         Gumuk Pasir sabit (barchan)
Gumuk pasir ini bentuknya menyerupai bulan sabit dan terbentuk pada daerah yang tidak memiliki barrier.(penghalang) Besarnya kemiringan lereng daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin, sehingga apabila dibuat penampang melintang tidak simetri. Ketinggian gumuk pasir barchan umumnya antara 5 – 15 meter. Gumuk pasir ini merupakan perkembangan, karena proses eolin tersebut terhalangi oleh adanya beberapa tumbuhan, sehingga terbentuk gumuk pasir seperti ini dan daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin.
·         Gumuk Pasir Melintang (transverse dune)
Gumuk pasir ini terbentuk di daerah yang tidak berpenghalang dan banyak cadangan pasirnya. Bentuk gumuk pasir melintang menyerupai ombak dan tegak lurus terhadap arah angin. Awalnya, gumuk pasir ini mungkin hanya beberapa saja, kemudian karena proses eolin yang terus menerus maka terbentuklah bagian yang lain dan menjadi sebuah koloni. Gumuk pasir ini akan berkembang menjadi bulan sabit apabila pasokan pasirnya berkurang.
·         Gumuk Pasir Parabolik
Gumuk pasir ini hampir sama dengan gumuk pasir barchan akan tetapi yang membedakan adalah arah angin. Gumuk pasir parabolik arahnya berhadapan dengan datangnya angin. Awalnya, mungkin gumuk pasir ini berbentuk sebuah bukit dan melintang, tetapi karena pasokan pasirnya berkurang maka gumuk pasir ini terus tergerus oleh angin sehingga membentuk sabit dengan bagian yang menghadap ke arah angin curam.
·         Gumuk Pasir Memanjang (longitudinal dune)
Gumuk pasir memanjang adalah gumuk pasir yang berbentuk lurus dan sejajar satu sama lain. Arah dari gumuk pasir tersebut searah dengan gerakan angin. Gumuk pasir ini berkembang karena berubahnya arah angin dan terdapatnya celah diantara bentukan gumuk pasir awal, sehingga celah yang ada terus menerus mengalami erosi sehingga menjadi lebih lebar dan memanjang.
·         Gumuk Pasir Bintang (star dune)
Gumuk pasir bintang adalah gumuk pasir yang dibentuk sebagai hasil kerja angin dengan berbagai arah yang bertumbukan. Bentukan awalnya merupakan sebuah bukit dan disekelilingnya berbentuk dataran, sehingga proses eolin pertama kali akan terfokuskan pada bukit ini dengan tenaga angin yang datang dari berbagai sudut sehingga akan terbentuk bentuklahan baru seperti bintang. Bentuk seperti ini akan hilang setelah terbentuknya bentukan baru disekitarnya.
2.        Loess
Loess adalah bentuklahan asal proses eoline yang terbentuk dari bahan endapan angin yang berukuran debu oleh erosi angin yang berasal dari daerah gurun dan pada umumnya tidak berlapis. Bentuk lahan ini kemungkinan juga mengandung pasir halus dan liat. Bahan seperti loess ini menutupi 1/10 daratan di muka bumi. Loess umumnya berwarna kuning dengan sekurang kurangnya 60%-70% partikel berukuran debu dan bertekstur geluh berdebu atau geluh liat berdebu. Loess cenderung pecah-pecah pada sepanjang bidang vertical apabila terkuak oleh erosi air atau aktivitas manusia. Akibatnya banyak bidang vertical yang stabil yang mencapai ketinggian 6 m terdapat pada daerah loess di sepanjang sisi lembah dan galian untuk jalan.

7.         https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbEnUb7GdorEO4Se6_nVBpw4tU3Ft50MVPZafiwYMn7MFA5PMBAfJ-i9cX7LSpbTiId9RGd9R0Y4Syz4w4hSDx93RGIWx3eVoAX92psboXIFFUJKRrSJenMoJ4WVHdGUv84r3XetiezzI0/s320/Kukri_Peneplain.jpgBentuk Lahan Denudasional
Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga denudasi berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Denudasi cendurung akan menurunkan bagian permukaan bumi yang positif hingga mencapai bentuk permukaan bumi yang hamper datar membentuk dataran nyaris (pineplain).
Denudasi meliputi dua proses utama yaitu Pelapukan dan perpindahan material dari bagian lereng atas ke lereng bawah oleh proses erosi dan gerak massa batuan (masswashting). Proses denudasional (penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan tanah erosi dan kemudian diakhiri proses pengendapan. Semua proses pada batuan baik secara fisik maupun kimia dan biologi sehingga batuan menjadi desintegrasi dan dekomposisi. Batuan yang lapuk menjadi soil yang berupa fragmen, kemudian oleh aktifitas erosi soil dan abrasi, tersangkut ke daerah yang lebih landai menuju lereng yang kemudian terendapkan.
Pada bentuk lahan asal denudasional, maka parameter utamanya adalah erosi atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis batuannya, vegetasi, dan relief. Proses denudasional sangat dipengaruhi oleh tipe material (mudah lapuk), kemiringan lereng, curah hujan dan suhu udara serta sinar matahari, dan aliran-aliran yang relatif tidak kontinyu. Karakteristik yang terlihat di foto udara, umumnya topografi agak kasar sampai kasar tergantung tingkat dedudasinya, relief agak miring sampai miring, pola tidak teratur, banyak lembah-lembah kering dan erosi lereng/back erosion, penggunaan lahan tegalan atau kebun campuran dan proses geomorfologi selalu meninggalkan bekas di lereng-lereng bukit dan terjadi akumulasi di kaki lereng, serta kenampakan longsor lahan lebih sering dijumpai.

8.         Bentuk Lahan Glasial
Geomorfologi Gletser saat ini adalah kurang penting pengaruhnya pada zaman sekarang dalam membentuk bentuk tanah, kecuali di lintang tinggi dan pada ketinggian tinggi, tetapi gletser yang ada selama Pleistosen meninggalkan jejak pada banyak jutaan mil persegi pada permukaan bumi. Beberapa 4,000,000 mil persegi di Amerika Utara, 2.000.000 mil persegi di Eropa dan mungkin 1.500.000 mil persegi di Siberia adalah glaciated. Selain itu, banyak daerah rendah tertutup oleh tudung es ( ice caps) lokal. Ribuan lembah gletser ada di pegunungan di mana sekarang ada tidak baik gletser atau hanya sebagian kecil.
§   Glasiasi Kontinental
Glasiasi Kontinental dapat menghanyutkan, mentransport dan mengendapkan material. Glasiasi kontinental disebabkan oleh iklim, ketinggian, curah hujan dan aktivitas atmosfer (CO2 yang berlebihan). Dilain pihak, tutupan lahan yang bagus dengan vegetasi-vegetasi yang beranekaragam akan mengakibatkan penipisan kadar karbondioksida di atmosfer. Para geolosists telah mempelajari kumpulan gletser di daerah-dearah umum dan antaritika, tempat ini adalah satu-satunya yang menyajikan contoh dari lempeng es yang baik. pembahasan ini, bagaimanapun belum menjelaskan penyebab glasiasi kecuali bila kita telah menelaah lebih dalam dan teliti mengenai ketebalan dari satu lembar es, laju gerak, proses dari pengikisan dan mengangkut materi, dan sifat alami yang tersimpan tersimpan.
Dikarenakan atmosfer yang tertentu telah ada. peningkatan dari karbondioksida pada atmosfer menghasilkan iklim lebih dingin karena gas, uap air. Gas-gas tersebut berfungsi sebagai pelindung dan mencegah pancaran dari panas dari bumi. Limestone (batu gamping) di laut melalui aktivitas organik melakukan pelepasan jumlah besar dari karbondioksida ke athmosphere. Karbondioksida pada air adalah faktor penting dalam mengikat limestone, jika kandungan limestone dilaut luas maka ini jelas merupakan sumber-sumber karbonsdioksida yang terdapat pada atmosphire. Oleh karenanya laut dengan luas yang besar akan menghasilkan iklim yang cenderung dingin.
Kelebihan dari udara ini adalah untuk menghalangi masuknya sinar matahari yang masuk dan oleh sebab itu suhu di bumi menjadi agak lembut/sejuk. Beberapa gejala astronomis seperti perubahan panas yang disebar oleh matahari. Gerakan dari udara dan geseran dari kutub akan kemungkinan terjadinya glasiasi. Namun sejauh ini, hipotesa yang benar mengenai penyebab glasiasi masih belum diketahui.

§   Pembentukan Gletser di Daerah Benua
Effek topografi dari pembentukan gletser di dataran benua tidak begitu banyak pengaruhnya dari es yang ada di daratan seperti pengaruh gangguan dan tidak mempengaruhi sistem drainase dari aliran. Longsoran dari es di dalam ilmu topografi hampir bisa dikatakan tidak penting contohnya di Kanada yang merupakan sebuah barisan pegununggan tua dan luncuran es disana semakin keluar dari area, namun itu tidak lantas bisa disimpulkan bahwa lucuran es mengangkut jauh material dari gunung. Luncuran es melapisi lapisan atas sehingga mendatarkan pegunungan, selain itu gletser membentuk effek abrasi es, walaupun demikian sangat besar sekali kuantitas dari sisa tanah yang terangkat oleh es dan ditransport sangat jauh.
Terdapat pembatas di dekat aliran bahkan meskipun di jurang yang lebih lebar seperti yang sekarang ditempati oleh danau besar, erosi gletser telah menjadi hal yang biasa di daerah kutub-kutub besar, mirip dengan aktifitas erosi gletser di daerah pegunungan, sisa akumulasi dari luncuran es benua adalah berupa topologi yang sederhana. Contohnya adalah terdapatnya marine sangat kecil di bandingkan dengan gletser pegunungan, jarang yang memiliki tingginya 100 kaki. Permukaan dari gletser lebih rumit dan menyingkap sebuah variasi bentuk dari gletser di setiap waktu yang berbeda. Variasi dari akumulasi glacial mempunyai istilah sebagai berikut :
• Drumlin
adalah bukit yang berbentuk oval, seperti setengah telur yang terdiri atas massa pasir dan batu kerikil (orogenesa). Bentuk-bentuk drumlin, yaitu:
1. Paralel Kampak
2. Menyerupai bukit ( rocdrumlin)
3. Kumpulan Drumlin disebut ” Swarp”
• Landform of Fluvio glacial Deposition :
1. Kames 
2. Kames Terraces
3. Kames Delta
4. Eskers
• Deposit Fluvioglasial
1. Ketlle Holes
2. Brainded Streams
3. Varves
§   Bentuk dan gerakan dari gletser kontinental
Icecaps di Greenland dan Antartica diduga mempunyai glasiasi yang lambat. Sebagai contoh, motraine di Winconsin dan Montana di timur Amerika Serikat, muncul diantara 50 dan 300 kaki per mil. Icecaps menyebar radial, karena pola radial, pergerakan angin dan curah hujan dihasilkan dari tekanan rendah di bagian tengah dan terus menuju ke bagian tepi dari region. Perubahan terakhir dari lembaran es tertutup sebagai danau, rawa-rawa, tanah berlumpur dan penggangguan garis drainase. Kita mengetahui bahwa gletser kontinental adalah terjadi di daerah yang rendah, atas kubah es berbentuk datar, dengan ketinggian kurang lebih 2 mil dan terdatarkan oleh tekanan tinggi. Akibat tekanan tinggi ini, maka angin keluar, membawa salju ke daerah batas luar, berkumpul dan membeku. Pada saat yang sama daerah tersebut memiliki slop kemiringan. Sedangkan pengendapan gletser terjadi akibat adanya tekanan rendah, yang dari waktu ke waktu pengendapan ini terus terjadi dan daerah yang paling banyak pengendapannya yaitu di daerah hilir.
Pada saat terdapat rekahan yang tidak mempunyai celah maka gleser meluap luas ke permukaan dari satu aliran es tebal dan oleh karenanya pembangunan karang dengan maksud untuk menahan laju aliran adalah mustahil untuk dilakukan. Satu gundukan es besar di suatu daerah dapat mengikis dan menutup lapisan tanah yang ada sebelumnya. Menggiling permukaan dan batuan dasar sepanjang gletser ini mengalir sampai es ini meleleh.
Gumpalan es secara konstan dapat berubah bentuk dan volumenya, sesuai dengan daerah topografinya. Di dataran rendah es melebar dan menjulur. Ketika dalam keadaaan seimbang dan melelehan, gerakan es berhenti dan satu pusat es terbentuk, tetapi bukan sepanjang hulu es front. Kejadian di hulu tidak selalu berbarengan dengan sesuatu sebelumnya, dan ini dicerminkan pada pola marine
9.         Bentuk Lahan Organik
Merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Bentuklahan asal organik adalah bentuklahan atau landform yang
secara alamiah terbentuk dari proses kegiatan makhluk hidup,
contohnya adalah bentuklahan terumbu karang (coral reefs).
Terumbu karang adalah masa endapan kapur (limestone/CaCO3) dimana endapan kapur ini terbentuk dari hasil sekresi biota laut pensekresi kapur (coral/karang).
Koral sendiri adalah koloni dari biota laut yang dinamakan polyp. Hewan ini dicirikan memiliki bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Polyps hidup optimal di lautan dengan suhu berkisar 20 derajat Celsius dengan kedalaman lebih dari 150 kaki atau 45 http://htmlimg1.scribdassets.com/dmyao2s5dasc9s0/images/1-ea1900ee2c/000.jpgmeter.
Sebagian besar polyps melakukan simbiosis dengan alga zooxanthellae yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Kedua organisme laut ini sama-sama menghasilkan atau mensekreasi kapur.
v  Jenis Terumbu Karang
1)        Fringing Reffs (terumbu karang tepi)
Terumbu karang tepi berkembang di pesisir pantai pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai 40 meter dengan pertumbuhan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Contoh di Bunaken (Sulawesi).
2)        Barrier Reffs (terumbu karang penghalang)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0,25 km ke arah laut lepas. Terbentuk pada kedalaman 1.000 kaki atau 300 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yng terputus-putus. Contohnya seperti Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawsi Tengah).
3)        Atol (terumbu karang cincin)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua).

10.     Bentuk Lahan Antropogenik
Bentuk lahan atau Iandform adalah bentukan alam di permukaan bumi khususnya di daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi tertentu pula (Marsoedi, 1996). Sukmantalya (1995), menjelaskan bahwa bentuk lahan merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuk lahan tersebut terdapat. Lebih lanjut Gunadi (1991) mengemukakan bahwa berkaitan dengan data bentuk-lahan, tanah, hidrologi, dan sebagainya, dapat merumuskan alternatif-Alternatif dan strategi pengembangan guna perencanaan penggunaan lahan. Sedangkan (Way 1973 dalam Zuidam, 1979), bahwa bentuk lahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses alami yang mempunyai susunan tertentu dan julat karakteristik fisik dan visual di mana bentuk lahan itu terbentuk. Verstappen (1983), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor geomorfologi mayor yang berpengaruh dalam pengembangan lahan yaitu bentuk lahan, proses geomorfologis, dan kondisi tanah. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa bentuklahan mencakup kemiringan lahan, proses geomorfologi; mencakup banjir, tanah longsor, dan bahaya dari proses alam yang merugikan, sedangkan mengenai kondisi tanah, antara lain mencakup kedalaman batuan dari pelapukan material. Karakteristik geomorfologis dalam hal ini bentuk lahan/medan memberikan informasi yang dapat menentukan dalam penggunaan lahan suatu daerah tertentu.
Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas manusia. Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang telah disengaja dan direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang telah ada.
Bentuk lahan antropogenik dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada. Misalnya bentuk lahan marin yang dapat berubah menjadi pelabuhan dan pantai reklamasi seperti yang terdapat pada pantai Marina Semarang, dan bentuk lahan struktural dan fluvial dapat berubah menjadi waduk serta bentuk lahan struktural dan denudasional dari bukit yang telah mengalami perubahan bentuk akibat aktivitas manusia seperti yang terjadi di bukit Ngoro Mojokerto.
Contoh dari bentuk lahan antropogenik berbeda dengan contoh dari penggunaan lahan. Misalnya sawah dan permukiman, kedua contoh ini bukan merupakan bentuk lahan antropogenik melainkan termasuk pada bentuk penggunaan lahan atau landuse karena sawah dan permukiman tidak merubah bentuk lahan yang telah ada, sawah dan permukiman hanya termasuk upaya pemanfaatan dari permukaaan bentuk lahan. Bisa saja sawah ada di dataran bentuk lahan aluvial, di lereng gunung, atau bahkan di gumuk pasir. Begitu juga dengan permukiman juga bisa terdapat di dataran rendah, dataran tinggi, lembah, maupun kaki lereng, namun keberadaan sawah dan permukiman tersebut tidak bisa digolongkan dalam bentuk lahan antropogenik.
Manusia dan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari baik secara sadar maupun tidak sadar dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lahan yang telah ada menjadi bentuk lahan antropogenik. Aktivitas tersebut antara lain:
·         Aktivitas reklamasi misalnya pada pantai.
·         Aktivitas pembangunan pemanfaatan lahan yang menyebabkan perubahan yang mencolok pada bentuk lahan.
·         Aktivitas penambangan atau pengambilan material yang dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lahan.
Aktivitas antropogenik di Indonesia banyak jumlahnya, namun tidak semuanya menghasilkan bentuk lahan yang potensial. Misalnya aktivitas reklamasi pada pantai dapat menyebabkan erosi dan abrasi pada pantai tersebut. Aktivitas pembangunan waduk yang kurang tepat juga menyebabkan kerusakan pada daerah tangkapan hujan sekitar waduk sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan tanah berupa rekahan dan retakan tanah. Oleh karena itu, aktivitas antropogenik dalam merubah lahan hendaknya memperhatikan dampak terhadap lahan disekitarnya.
Contoh lahan antropogenik yang ada di Indonesia yaitu Pantai Marina Semarang, yang terbentuk karena proyek reklamasi pantai, waduk, pelabuhan, dan bukit Ngoro yang ada di Mojokerto.
1.      Pantai Marina Semarang
Desakan kebutuhan ekonomi menyebabkan wilayah pantai yang seharusnya menjadi wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinya. Daerah sepadan pantai, dihitung 100 meter dari pantai pada waktu pasang tertinggi, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, tidak bebas lagi dari kegiatan pembangunan, misalnya kegiatan reklamasi. Makna reklamasi dalam arti yang sebenarnya adalah upaya memperbaiki daerah yang tidak terpakai atau tidak berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sebagaimana disebutkan di atas (Ensiklopedia Nasional Indonesia dalam Pratikto, 2004). Reklamasi merupakan upaya meningkatkan sumber daya alam lahan dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan cara pengurangan atau dengan pengeringan lahan.  
Pantai Marina Semarang merupakan pantai yang terbentuk karena aktivitas reklamasi. Kawasan yang direklamasi tersebut memanjang sesuai dengan bibir atau garis pantai. Dengan pola reklamasi yang demikian, maka ini akan melewati daerah tambak yang dimiliki oleh petambak pada daerah tepi pantai. Lebih lanjut reklamasi ini mengarah ke laut. Hal ini melihat daerah yang direklamasi cukup luas yaitu sekitar 200 hektar. Padahal daerah yang sebagian merupakan area tambak kurang produktif yaitu hanya 80 hektar.
Pelaksanaan pembangunan reklamasi ini tidak dilakukan dalam satu tahap, namun kegiatan tersebut akan dilakukan dalam beberapa tahap. Pada tahap awal kegiatan yang dilakukan adalah melakukan penimbunan atau pengurukan dengan material sebanyak 5 juta m3. Material tersebut diambil dari kawasan industri candi, sedangkan sisanya diambil dari daerah sekitar lokasi. Total material pengurukan adalah 15 juta m3. Material yang digunakan berupa batuan vulkanik dan breksi. Pada bagian bawah diisi dengan breksi. Kemudian diatasnya diisi dengan batuan vulkanik. Dengan kondisi tersebut, material timbunan mengalami penurunan atau penyusutan. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan penimbunan kembali sesuai dengan target.
Secara geologi pantai marina merupakan pantai yang tersusun oleh sedimentasi laut dan sungai serta terdapat endapan aluvium delta yang berumur kuarter. Material aluvium delta yang berupa batu lempung merupakan litologi yang belum terkompaksi secara utuh apalagi ditambah adanya intrusi air laut yang diakibatkan penggunaan air tanah secara berlebihan sehingga akuifer dangkal yang ada menjadi rusak dan terintrusi oleh air laut. Hal ini karena dipesisir pantai marina digunakan sebagai kawasan pariwisata dan perkantoran serta kawasan huni mewah yang sangat banyak membutuhkan air bersih sehingga banyak yang melakukan pengeboran sumur artesis yang mencari lapisan akuifer dalam sehingga terjadi proses kerusakan akuifer dan berdampak pada proses land subsidence didaerah pesisir utara dan secara morfogenesa kawasan pantai marina merupakan daerah pantai genetik yang endapannya tersusun oleh endapan material laut dan sedimentasi sungai. Namun penyalahgunaan fungsi sungai sebagai bahan pembuangan limbah menjadikan daerah kawasan pantai marina menjadi daerah yang kotor. Dari gelombang laut menurut data pasang surut pada bab sebelumnya menunjukan bahwa pantai marina merupakan daerah yang bergelombang menengah keatas sehingga perlunya dilakukan penerapan sistem hijau pantai yang diperlukan sebagai kawasan transisi dan menjaga kestabilan daerah darat dari proses abrasi air laut yang berlebihan.
Berdasarkan peta geologi lingkungan daerah pantai marina merupakan daerah pantai yang jelek akibat endapan litologi berupa napal dan lempung dan gejala amblesan dan pemakaian air tanah yang dieksploitasi secara berlebihan menyebabkan kerusakan stratigrafi daerah utara semarang yang berumur kuarter, serta adanya proses pembebanan pondasi bangunan yang tidak memperhatikan kestabilan dan daya dukung tanah ketika melakukan pembangunan dan pengubahan kawasan hutan bakau menjadi daerah terbuka membuat tingkat lingkungan pantai marina rusak berlebihan secara kuantitatif dan fisik sehingga perlu dilakukan pemulihan dan konservasi lingkungan. Hal lain perlu ditambahkan bahwa reklamasi pantai semarang seharusnya juga memperhatikan daerah aliran sungai dan tingkat kestabilan tanah serta kajian geologinya sehingga perlu penyelidikan tingkat lanjut untuk mengetahui sebaran dan tebal endapan litologi satuan batuan alluvium dan lempung. Hal ini diperlukan sebagai bahan referensi didalam pengelolaan wilayah tingkat lanjut.
Pantai Marina termasuk dalam lahan antropogenik karena pantai ini telah mengalami perubahan yaitu perubahan perubahan kondisi morfologi pantai. Batas pantai atau garis pantai menjadi lebih menjorok ke arah lau
t.
Dampak yang paling menonjol adalah secara fisik yaitu perubahan kondisi morfologi pantai. Batas pantai atau garis pantai menjadi lebih menjorok ke arah laut. Perubahan garis pantai mengakibatkan perubahan arus mengarah ke pantai. Arus yang sedianya dapat tertahan di Pantai Marina kemudian berubah arah masing-masing ke arah barat dan timur. Arus yang ke arah timur memiliki arus yang relatif besar dengan tidak membawa sedimen laut. Pada arus ini akan mengakibatkan abrasi terhadap pantai. Akibat abrasi pantai sekitar lima hektare lahan yang telah diuruk hilang.
Abrasi diduga di antaranya disebabkan perubahan pola arus yang diakibatkan anjungan/pemecah ombak yang dibangun sebuah industri di sebelah barat desa. Petambak (pemilik dan penggarap) yang hidupnya bergantung pada sumber daya pesisir mengalami kerugian akibat berkurangnya lahan tambak dan penurunan pendapatan akibat menurunnya produksi tambak dan tangkapan yang dipicu oleh abrasi dan pencemaran.
Selain abrasi, reklamasi Pantai Marina secara umum berpengaruh pada terjadinya erosi pantai di Sayung, Demak. Padahal, daerah tersebut dahulunya merupakan kawasan sedimentasi. Namun sekarang kondisinya sudah berbeda jauh, di kawasan pantai itu banyak yang mengalami erosi. Reklamasi atau pengurukan kawasan pantai akan mengubah sifat arus yang kemudian berdampak pada erosi pantai di daerah lain. Karena itu, setiap ada pengurukan kawasan pantai harus diwaspadai sifat arus pantai. Sifat arus air di Pantai Semarang berputar ke timur karena pada sisi timur Semarang terdapat tanjung. Arus air yang berputar seperti itu menyebabkan rawan erosi, perubahan fisik pantai, dan sedimentasi pantai dapat berubah. Selain mengakibatkan dampak tersebut, reklamasi pantai juga akan menambah jarak tempuh air sungai. Hal ini berpengaruh pada keterbentukan sedimentasi di muara yang lama sehingga terjadi pendangkalan di sana.
2.      Waduk
Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan. Waduk dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh. Waduk dapat terbentuk dari bentuk lahan lain yang telah ada. Misalnya berasal dari bentuk lahan struktural dan fluvial. Waduk merupakan bentuk lahan antropogenik karena terbentuk oleh aktivitas manusia yang merubah lahan menjadi berbentuk cekungan.
Dalam pembuatan waduk selain harus memperhatikan teknik-teknik dalam pembuatan waduk juga harus memperhatikan lingkungan sekitar agar tidak sampai merusak daerah tangkapan hujan yang dapat menyebabkan rusaknya lahan biasanya ditandai dengan rekahan dan retakan pada tanah. Masalah utama yang dihadapi oleh waduk di Indonesia adalah masalah erosi dan sedimentasi yang terjadi di daerah tangkapan dan teknologi konservasi yang diterapkan. Erosi merupakan suatu proses penghanyutan tanah oleh kekuatan air dan angin, baik yang terjadi secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia. Banyak sedikitnya partikel tanah tererosi sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah, bentuk kewilayahan atau topografi, vegetasi dan faktor aktivitas manusia terhadap tanah. Erosi mengakibatkan terjadinya pemindahan butiran tanah ke tempat lain melalui suatu proses yang dinamakan angkutan sedimen.
3.      Pelabuhan
Pemanfaatan dan pengusahaan lahan pantai oleh manusia banyak menimbulkan perubahan fisik bentang lahan yang nyata. Misalnya konstruksi bangunan pantai yang berbentuk pelabuhan. Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Pelabuhan termasuk lahan antropogenik karena bentuknya telah merubah bentuk lahan pesisir sebelumnya.
Di bawah ini hal-hal yang penting agar pelabuhan dapat berfungsi:
       Adanya kanal-kanal laut yang cukup dalam (minimum 12 meter)
       Perlindungan dari angin, ombak, dan petir
       Akses ke transportasi penghubung seperti kereta api dan truk.
Pembangunan pelabuhan hendaknya memperhatikan aspek lokasi agar pelabuhan dapat berfungsi secara efektif dan tidak mengancam lahan sekitar. Misalnya pembangunan pelabuhan Indonesia cabang Pontianak yang dibangun di tepi sungai yang dapat menyebabkan pendangkalan yang disebabkan oleh erosi daerah hulu.
4.      Bukit Ngoro Mojokerto
Gambar daerah di sekitar bukit Ngoro Mojokerto
Bukit Ngoro terletak di sekitar daerah perbukitan dan patahan watukosek mojokerto. Bukit ini merupakan bukit dari bentuk lahan asal struktural yang kemudian telah mengalami degradasi akibat aktivitas masyarakat sekitar yaitu adanya penambangan pasir dan pengambilan material yang dimanfaatkan sebagai tanggul lumpur lapindo Sidoarjo.
Oldeman (1994) menyatakan lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia secara langsung, yaitu: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploitasi berlebihan, dan aktivitas industri dan bioindustri. Lima proses utama yang terjadi timbulnya tanah terdegradasi, yaitu: menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur hara (Lal, 1986). Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting terjadinya degradasi tanah, yaitu:
a)      degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat.
b)      degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur lainnya.
c)      degradasi biologi berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah.
Pada Bukit Ngoro Mojokerto proses degradasi yang nampak ialah proses degradasi fisik yang ditandai dengan proses memburuknya struktur dan pemadatan tanah serta erosi tanah.
















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Geomorfologi adalah sebuah studi ilmiah terhadap permukaan Bumi dan proses yang terjadi terhadapnya. Secara luas, berhubungan dengan landform (bentuk lahan).
            Menurut Strahler (1983), bentuklahan adalah konfigurasi permukaan lahan yang dihasilkan oleh proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa bentuklahan merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu.
            Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal proses, yaitu:
1.         Bentuklahan asal proses vulkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan lava, kawah, dan kaldera.
2.      Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.
3.      Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini.
4.      Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini.
5.      Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.
6.      Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
7.      Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuari.
8.      Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan morine.
9.      Bentuklahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini adalah mangrove dan terumbu karang.
10.  Bentuklahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik.









DAFTAR PUSTAKA
http://karangsambung.lipi.go.id/archives/623/ Diakses tanggal 04 November 2011 
http://randhard.wordpress.com/tugas/ Diakses tanggal 04 November 2011 
http://kelompoklimahmg09.wordpress.com/page/2/ Diakses tanggal 04 November 2011 
http://www.supplement.de/geographie/phygeo/karst.html/ Diakses tanggal 05 November 2011/ Diakses tanggal 05 November 2011 
http://www.scribd.com/doc/20583350/Bentuklahan-Organik/ Diakses tanggal 05 November 2011 

0 komentar:

Posting Komentar